Rabu, 13 Januari 2010

Aurat terhadap Anak Angkat

Assalammu 'alaikum, Ustadz.

Bagaimana hukum aurat orangtua angkat terhadap anak angkatnya yang telah dipelihara sejak bayi. Dia berasal dari panti asuhan yang tidak jelas identitas dan keberadaan orangtuanya dimana. Yang kami bingungkan adalah, jika dia telah akil baliq nanti, apakah sebagai ibu angkat tidak bisa lagi memegang (misal:mencium pipi/mengelus kepala) anak angkat laki-laki? apakah di rumah, ibu juga harus memakai kerudung di depan anak tsb? Hal tsb kuatirnya akan mengherankan dia karena dia tidak mengetahui bahwa kami bukan orangtua kandungnya. Batas-batas perlakuan apa yang diperbolehkan secara syariat? Trima kasih.

mia

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Pada dasarnya pengangkatan anak adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah yang kemudian dilarang oleh islam dikarenakan penghilangan nasab anak angkatnya itu dan menasabkannya kepada ayah angkatnya, sebagaimana firman Allah swt :

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءكُمْ أَبْنَاءكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُم بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا


Artinya : “..dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 4 – 5)

Akan tetapi islam memperbolehkan bagi seorang yang memiliki kelapangan rezeki untuk membantu anak-anak yang tidak mampu dengan memelihara dan memenuhi kebutuhannya sebagai bentuk infaq orang itu kepadanya. Firman Allah swt :


Artinya : “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah : 2)

Dikarenakan tidak diakuinya penasaban anak angkat tersebut kepada ayah angkatnya dan dikarenakan permasalahan nasab adalah hak Allah swt maka islam tetap menyatakan bahwa anak angkat itu adalah orang asing baik semasa dia kecil atau setelah balighnya terhadap orang tua angkatnya maupun terhadap anak-anak dari orang tua angkatnya.

Diperbolehkan bagi ibu angkatnya menampakkan perhiasannya terhadap anak angkatnya yang masih kecil dan belum mengerti aurat laki-laki dan wanita atau belum memiliki syahwat terhadap lawan jenisnya, sebagimana firman Allah swt :

أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء


Artinya : “Atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. An Nuur : 31)

Adapun ketika anak itu telah sampai usia tamyiz, mengerti aurat atau telah memiliki syahwat terhadap lawan jenisnya maka tidak diperbolehkan bagi ibu angkatnya menampakkan perhiasannya terhadap anak angkatnya itu. Dalam hal ini batasan aurat ibu angkatnya terhadap anak angkatnya sama dengan batasan auratnya terhadap mahramnya, yaitu seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali kepala, leher, wajah, tangan, siku , kaki.

Dan ketika anak angkatnya telah mencapai usia baligh maka hukumnya sama dengan laki-laki asing lainnya yang sudah baligh yaitu diwajibkan bagi ibu angkatnya untuk mengenakan hijab (jilbab) dan menutup seluruh auratnya dihadapannya, sebagaimana firman Allah swt :

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ


Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.” (QS. An Nuur : 31).

Pada masa anak angkat sudah mencapai usia baligh maka pergaulan terhadapnya sama seperti pergaulan terhadap orang asing yang telah berusia baligh, dalam memandang, berbicara maupun bergaul.

Memang sepertinya apa yang disebutkan diatas adalah suatu keanehan yang tidak jarang memunculkan pertanyaan, diantaranya : Bukankah ibu angkatnya yang telah megurusinya sejak anak itu bayi sehingga dia bisa berdiri tegak, berlari, dan melakukan berbagai aktivitas sebagaimana layaknya anak-anak lain? Bukankah orang tua angkatnya yang menggendongnya ketika ia bayi dan saat dirinya menangis atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan hatinya? Bukankah orang tua angkatnya yeng telah mengorbankan segalanya untuk kebahagiaan anak angkatnya itu?!

Sesungguhnya hal demikian menjadi tampak aneh dikarenakan terbiasanya masyarakat kita dengan berbagai kebiasaan yang salah sehingga ketika tampak sesuatu yang benar dan disyariatkan hal itu menjadi aneh dimata mereka. Seperti keanehan masyarakat menyaksikan seorang wanita muslimah yang mengenakan jilbab menjelang pertengahan tahun 80-an ?! atau keanehan pernikahan islami yang memisahkan antara mempelai pria dan wanita serta antara para undangan pria dan wanitanya di awal tahun 90 an?! Atau pula keanehan seorang PNS yang tidak mau menerima suap ditengah teman-temannya yang doyan suap?!

Karena ini pulalah Allah swt memerintahkan rasul-Nya untuk menikah dengan Zainab binti Jahsy setelah diceraikan suaminya Zaid bin Haritsah yang saat itu ramai dibicarakan di masyarakat dikarenakan Zaid adalah anak angkat dari Rasulullah saw, firman-Nya :

فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

مَّا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِن قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَّقْدُورًا

Artinya : “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. Tidak ada suatu keberatanpun atas nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al Ahzab : 37 – 38)

Sudah menjadi tugas kita semua untuk meluruskan segala kekeliruan yang ada dimasyarakat dan menggantikan nilai-nilai yang bersumber dari kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan syariat dengan yang bersumber dari Allah dan rasul-Nya.
Untuk itu hendaklah setiap orang tua yang memiliki anak angkat memberikan penjelasan tentang dirinya secara perlahan-lahan dan bertahap sehingga tidak menimbulkan kepanikan didalam diri anak itu ketika mengetahui kenyataannya. Hendaknya pula dia mengajarkan anak angkatnya hal-hal yang berkitan dengan tata pergaulan seorang muslim terhadap lawan jenisnya.

Dan sesungguhnya apa yang telah dikeluarkan, dikorbankan dan diberikan oleh orang tua angkatnya kepada anak angkatnya sangatlah besar pahalanya disisi Allah swt dan tidak akan pernah disia-siakan.

Wallahu A’lam

Selasa, 12 Januari 2010

Ijab dan Kabul

Segala puji hanya milik Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dans ahabatnya.

Hubungan interaksi antara dua orang, terlebih-lebih akad perniagaan, biasanya diungkapkan dengan rangkaian kata-kata, yang disebut dengan ijab dan qabul. Ijab-qabul tersebut berfungsi untuk mengekspresikan akan maksud dan keinginan kedua belah pihak.

Ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh penjual, atau yang mewakilinya dalam mengutarakan kehendak hatinya yang berkaitan dengan akad yang dijalin

Sedangkan Qabul ialah perkataan yang diucapkan oleh pembeli atau yang mewakilinya sebagai ekspresi dari kehendaknya berkaitan dengan akad tersebut.

Transaksi jual-beli dapat berlangsung dengan segala ucapan yang menunjukkan kepadanya, misalnya: saya jual kepadamu barang ini, saya berikan kepadamu barang ini, milikilah barang ini, singkatnya tidak ada ucapan tertentu yang harus diucapkan dalam transaksi jual-beli, sehingga ucapan apa saja yang menunjukkan akan jual-beli, maka terjalinlah dengannya transaksi jual-beli.

Imam An Nawawi rahimahullah berkata: "Pendapat inilah yang secara dalil lebih kuat, dan itulah yang saya pilih, karena dalam syari'at tidak ada dalil yang mensyaratkan ucapan tertentu, sehingga kita harus mengikuti tradisi yang berlaku, sebagaimana hal-hal lainnya."([1])

Dan praktek masyarakat sejak zaman dahulu, mereka menggunakan berbagai ucapan dalam menjalankan akad jual-beli, ada yang dengan kata: "kirimkan", ada pula yang dengan kata: "beri saya beras sekian kilo", misalnya, ada yang dengan kata: "minta minyak goreng sekian liter", misalnya, dst. Dan dengan berbagai ucapan ini, dan masing-masing dari penjual dan pembeli memahami dan tidak ada perbedaan sedikitpun bahwa yang dimaksud dari berbagai ucapan ini adalah akad jual-beli.

Bila ada yang bertanya: Apakah pendapat ini berlaku pada seluruh transaksi (akad)?

Permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama':

Pendapat pertama: Sebagian ulama' ada yang mensyaratkan bagi sebagian akad teks-teks tertentu, yang harus diucapkan padanya, misalnya akad nikah, mereka berpendapat bahwa pada akad ini harus digunakan kata-kata: (زوجتك/ saya nikahkan/kawinkan anda), dan pihak kedua menjawab dengan berkata: Saya terima.

Pendapat kedua: Sebagian lagi, ada yang berpendapat bahwa setiap akad/ transaksi dapat terjalin dan sah dengan ucapan apa saja yang biasa digunakan oleh masyarakat guna menjalankan akad tersebut.

Pendapat kedua inilah yang rajih (lebih kuat) dan yang semestinya untuk dianut. Pendapat ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syeikhul Islam Ibnu taimiyyah rahimahullah.([2])

Permasalahan mu'amalat (interaksi sesama manusia) tidaklah termasuk amalan ibadah sehingga harus seratus persen sesuai dengan yang dicontohkan. Mu'amalat hanyalah hubungan sesama manusia, sehingga apa saja yang mereka anggap sebagai transaksi jual-beli, maka itu dikatakan jual-beli. Apa saja yang mereka anggap sebagai akad pegadaian, maka itu adalah pegadaian, Apa saja yang mereka anggap sebagai wakaf, maka itu adalah wakaf. Dapa saja yang mereka anggap sebagai akad pernikahan, maka itu adalah pernikahan.

Tidak pernah ada satu dalilpun atau satu riwayatpun, baik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau para sahabatnya yang dapat dijadikan dalil guna menggariskan definisi akad jual-beli.

Ibnu Taimiyyah berkata: Berbagai nama dan istilah ini telah disebutkan dalam Al Qur'an dan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beserta berbagai hukum yang terkait dengannya. Dan setiap nama pasti memiliki definisi tersendiri.

Sebagian definisi nama-nama tersebut dapat diketahui melalui ilmu bahasa, semisal sebutan matahari, bulan, gandum, laut, langit, dan bumi.

Sebagian lainnya hanya dapat diketahui melalui wahyu (syari'at), semisal sebutan: mukmin, kafir, munafiq, shalat, zakat, puasa, dan haji.

Sedangkan nama atau sebutan yang tidak ditemukan definisinya dalam ilmu bahasa atau wahyu (syari'at), maka anda harus merujuk kepada tradisi masyarakat setempat. Misalnya sebutan al qabdhu (serah-terima) yang disebutkan pada sabda nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:

من ابتاع طعاما فلا يبعه حتى يقبضه

"Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya."

Telah diketahui bahwa Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menyebutkan definisi jual-beli, sewa-menyewa, hibah dan yang serupa, baik dalam Al Qur'an atau As sunnah. Sebagaimana tidak pernah diriwayatkan dari seorang sahabat, atau tabi'inpun, bahwa ia menentukan ucapan tertentu guna menjalankan akad ini. Juga tidak pernah ditemukan satu ucapan yang dapat mengarah kepada pemahaman bahwa suatu akad tidak sah, kecuali bila dijalin dengan ucapan-ucapan tertentu.

Sebaliknya, sebagian ulama' menegaskan bahwa anggapan semacam ini nyata-nyata menyelisihi kesepakatan ulama' zaman dahulu, sehingga dapat dikatagorikan sebagai bid'ah. Bila suatu hal tidak memiliki definisi dalam syari'at, tidak juga dalam ilmu bahasa, maka rujukannya adalah tradisi masing-masing masyarakat.

Pendek kata: apa saja yang oleh masyarakat disebut sebagai jual-beli maka itulah jual-beli. Dan apa saja yang mereka sebut sebagai hibah, maka itulah hibah. (Majmu' Fatwa Ibnu Taimiyyah 29/16)

Pada kesempatan lain beliau berkata: "Pendapat yang benar, bahwa kedua pihak bila telah saling mengetahui maksud lawan transaksinya, maka dengan ucapan apa saja mereka menjalankan suatu akad, akad antara mereka berdua adalah sah. Dan ini berlaku umum pada seluruh jenis transaksi. Dikarenakan Allah dan rasul-Nya tidak pernah memberikan batasan dalam hal ucapan akad. Akan tetapi Allah Ta'ala dan rasul-Nya menyebutkannya tanpa ada batasan. Sebagaimana transaksi dapat dijalin dengan bahasa Persia, Romawi atau lainnya, maka transaksi boleh dijalin dengan ucapan apa saja dalam bahasa Arab yang menunjukkan akan transaksi tersebut."

Kesimpulan beliau ini didukung oleh kaedah ilmu fiqih yang berbunyi:


العادة محكمة

"Adat-istiadat itu memiliki kekuatan hukum."

Yang dimaksud dengan adat-istiadat disini ialah adat-istiadat yang telah berlaku dan dijalankan oleh setiap orang dan tidak menyelisihi syari'at.

Dan kaedah berikut juga menguatkan kesimpulan beliau di atas:

الأصل في العادة الإباحة

"Hukum asal pada setiap masalah yang tercakup dalam adat kebiasaan, adalah boleh." Dan akad jual-beli, sewa-menyewa, pernikahan dan yang serupa adalah sebagian dari bentuk adat istiadat, dan bukan peribadahan. Dengan demikian, semua akad ini tercakup oleh keumuman kaedah tersebut.

"Bila ada yang berkata: Akad nikah, disebutkan oleh Allah dengan kata-kata nikah, sehingga pada akadnya harus menggunakan kata-kata: menikahkan. Maka kita jawab: begitu juga halnya dengan (البيع/ jual-beli beli), Allah sebutkan dengan kata (البيع/jual-beli), apakah anda juga akan berpendapat bahwa ketika anda bertransaksi jual-beli anda harus menggunakan kata: (بعت) saya jual? Jawabannya pasti: tidak. Bila demikian, akad jual-beli beli dapat terjalin dengan ucapan apa saja yang biasa digunakan ketika menjual (ijab) dan begitu juga ketika membeli (kabul)."([3])

Ditambah lagi, ternyata akad nikah dalam hadits-hadits nabi tidak hanya disebutkan dengan kata nikah. Akan tetapi disebut pula dengan kata lainnya.

اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ. متفق عليه

"Silahkan engkau membawanya pulang, aku telah menjadikannya milikmu dengan mas kawin surat-surat Al Qur'an yang telah engkau hafal." (Muttafaqun 'alaih)

Anda bisa bayangkan, betapa susahnya hidup anda, bila setiap transaksi yang anda jalankan harus diutarakan dan diucapkan. Bila demikian adanya, maka anda tidak akan bisa berbelanja di supermarket, atau tempat-tempat serupa.

Hukum Jual Beli Dengan Metode Mu'athah

Dan di antara metode jual-beli yang dibenarkan dalam syari'at ialah dengan cara saling menyerahkan barang yang dimaksud, pembeli menyerahkan uang pembayaran, dan penjual menyerahkan barang yang dibeli oleh pembeli tanpa ada satu katapun dari kedua belah pihak (metode mu'athah). Hal ini sebagaimana yang lazim terjadi di pusat-pusat perbelanjaan, seperti supermarket, dan yang serupa.

Alasannya: Allah Ta'ala melalui Al Qur'an dan As Sunnah An Nabawiyyah hanya mensyaratkan dalam perniagaan adanya taradhi (suka sama suka), dan hal ini letaknya dalam hati setiap orang. Sebagaimana ucapan ijab dan qabul dianggap sebagai bukti adanya rasa suka sama suka dalam hati, begitu juga perbuatan saling menyerahkan, dapat menjadi bukti adanya rasa suka sama suka yang dimaksudkan. Dan praktek masyarakat sejak zaman dahulu menunjukkan akan hal ini. Inilah pendapat yang lebih kuat dalam permasalahan ini.([4])

Ibnu Qudamah berkata: "Sesungguhnya Allah telah menghalalkan transaksi jual-beli, dan Allah tidak pernah menjelaskan kepada kita tentang metodenya, sehingga wajib atas kita untuk mengikuti tradisi yang telah berlaku, sebagaimana tradisi telah dijadikan standar/pedoman dalam penentuan metode penyerah-terimaan barang yang diperjual-belikan, dan juga dalam batasan perpisahan dalam akad. Dan seperti inilah praktek kaum muslimun di pasar-pasar dan dalam setiap perniagaan mereka. Karena perniagaan telah ada sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi Allah dan Rasul-Nya hanya menentukan beberapa hukum dengan peniagaan tersebut, dan tetap membiarkannya seperti yang telah berjalan di masyarakat, sehingga tidak boleh bagi kita untuk merubah yang telah berlaku hanya berdasarkan akal-pikiran dan seenak sendiri. Dan tidak pernah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga tidak dari para sahabatnya –padahal mereka seering melakukan perniagaan- penggunaan kata ijab dan qabul. Dan seandainya mereka menggunakan ijab dan qabul dalam perniagaan mereka, niscaya akan diriwayatkan secara mutawatir. Dan seandainya ijab dan qabul adalah syarat dalam setiap perniagaan, niscaya hukumnya wajib untuk diriwayatkan, dan tidak mungkiun para ulama' melupakannya, karena perniagaan adalah hal yang telah memasyarakat…"([5])

Dengan demikian, akad jual-beli dapat dilakukan dengan metode ucapan lisan dan metode perbuatan

Metode ucapan lisan, yaitu dengan adanya ucapan ijab dari penjual dan kabul dari pembeli.

Metode perbuatan, yaitu yang diistilahkan dengan al mu'athah, yaitu dengan saling menyerahkan barang yang dimaksudkan oleh masing-masing dari yang menjalankan akad jual-beli, tanpa adanya ucapan ijab atau qabul dari keduanya, atau dari salah satunya:

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa urusan transaksi itu mudah, pedomannya ialah tradisi masyarakat, dan seluruh masyarakat telah menganggap metode jual-beli dengan perbuatan semacam ini sebagai akad jual-beli yang jelas dan sah.

Semoga apa yang dipaparkan di sini bermanfaat bagi kita semua, wallahu a'alam bisshawab.

***

Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Minggu, 10 Januari 2010

Anjing-Anjing Neraka

Sabda Rasulullah S.A.W kepada Mu'adz, "Wahai Mu'adz, apabila di dalam amal perbuatanmu itu ada kekurangan :
(1) Jagalah lisanmu supaya tidak terjatuh di dalam ghibah terhadap saudaramu/muslimin.
(2) Bacalah Al-Qur'an
(3) Tanggunglah dosamu sendiri untukmu dan jangan engkau tanggungkan dosamu kepada orang lain.
(4) Jangan engkau mensucikan dirimu dengan mencela orang lain.
(5) Jangan engkau tinggikan dirimu sendiri di atas mereka.
(6) Jangan engkau masukkan amal perbuatan dunia ke dalam amal perbuatan akhirat.
(7) Jangan engkau menyombongkan diri pada kedudukanmu supaya orang takut kepada perangaimu yang tidak baik.
(8) Jangan engkau membisikkan sesuatu sedang dekatmu ada orang lain.
(9) Jangan engkau merasa tinggi dan mulia daripada orang lain.
(10) Jangan engkau sakitkan hati orang dengan ucapan-ucapanmu.

Niscaya di akhirat nanti, kamu akan dirobek-robek oleh anjing neraka. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud, "Demi (bintang-bintang) yang berpindah dari satu buruj kepada buruj yang lain."Sabda Rasulullah S.A.W., "Dia adalah anjing-anjing di dalam neraka yang akan merobek-robek daging orang (menyakiti hati) dengan lisannya, dan anjing itupun merobek serta menggigit tulangnya."

Kata Mu'adz, " Ya Rasulullah, siapakah yang dapat bertahan terhadap keadaan seperti itu, dan siapa yang dapat terselamat daripadanya?"
Sabda Rasulullah S.A.W., "Sesungguhnya hal itu mudah lagi ringan bagi orang yang telah dimudahkan serta diringankan oleh Allah S.W.T."

Wanita Ahli Surga dan Ciri-Cirinya

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :

“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)

“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

” … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman

” … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

“Kecantikan wanita dunia yang sholehah melebihi
kecantikan para bidadari sorga,
karena amal perbuatannya sewaktu hidup di dunia”

“Seorang istri ketika sholat tidak mendoakan suaminya,
maka sholatnya ditolak hingga mau mendoakannya.”

Resep Disayang Suami

Seorang suami yang dengan kodratnya sebagai laki-laki tidak terlepas dari sifat-sifat yang memang bisa dianggap egois, tetapi tulisan ini mesti dikemukakan terlepas dari masalah emansipasi, saling menghormati antar suami istri dan hal lainya.

Bangun tidur

Maunya istri dulu dan suami dibangunkan secara lembut.

Sarapan pagi

Ditanya dulu menu apa yang akan disajikan, dan ketika habis mandi dan sudah rapi sarapan sudah siap.

Berangkat kerja

Diantar sampai pintu, istri sudah rapi ( jelasnya sudah mandi )

Istirahat kerja

Di telpon atau sms untuk sekedar say hallo, atau ditanyain menu makan malam.

Pulang kerja

Disambut depan pintu, istri udah rapi, rumah ga berantakan, anak-anak ga cemong-cemong.

Tidur

Nih yang paling seru, lebih enak istri yang “ngajak” duluan jadi kelihatan agresif and garang lho and selesainya bareng-bareng ( tips : supaya bisa nyampe bareng, komunikasilah selagi di perjalanan )

Hari libur

Ga mau dibangunin kalo ga pesen ada acara.

Nganter Shoping

Pusing dech kalo istri muter-muter mall ga tau apa yang dia cari.

Dan masih banyak yang lainnyaaaaa……….

Tips Agar Istri Selalu Disayang Suami

Mewujudkan keluarga yang bahagia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di antara kendalanya adalah faktor keharmonisan hubungan antara suami istrinya yang sering terganggu karena sikap egois dari kedua belah pihak.
Bagaimana seharusnya sikap istri agar membuat ia disayang dan dicintai suami? Berikut ini adalah tips agar istri disayang oleh suami :
  1. • Istri bangun terlebih dahulu, jangan sampai istri ketinggalan suami bangun dan memasak untuk Suami.
  2. • Segera siapkan minuman pagi hari kesukaan suami, misal kopi atau teh atau susu. Tawarkan, menu apa yang diingikan pagi ini.
  3. • Saat suami berangkat kerja, antar sampai ke depan pintu, tentu sang istri sudah dalam keadaan rapi.
  4. • Saat suami pulang kerja, jangan sampai kondisi rumah dalam keadaan berantakan. Sambut suami dengan senyuman yang menawan.
  5. • Jangan lupa, siapkan makan kesukaan suami saat pulang kerja.
  6. • Sederhana dalam berpenampilan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa umumnya laki-laki tidak menyukai perempuan yang berpenampilan menor, seronok dengan wajah penuh riasan tebal, sebaliknya kesederhanaan lebih menarik bagi mereka karena menurut mereka lebih memancarkan kecantikan perempuan.
  7. • Jika ada masalah, apapun yang bergejolak dihati Anda, berusahalah untuk tetap sabar dan menahan diri untuk tidak menyakiti hati suami.
  8. • Dapat mendampingi suami dalam suka dan duka.
  9. • Berusaha untuk menjadi partner yang menyenangkan di kamar tidur. Banyak perempuan masih merasa malu untuk bersikap agresif meski kepada suaminya sendiri. Ini karena adanya anggapan bahwa perempuan yang agresif terkesan murahan dan tidak terhormat. Tentu saja anggapan ini tidak berlaku untuk seorang istri yang agresif kepada suaminya sendiri.
  10. • Jika menemui persoalan, segera bicarakan dengan suami, jangan memendam masalah di hati. Apalagi ngambek dan pergi meninggalkan rumah sendiri.
  11. • Jika bepergian, minta ijin atau atas pengetahuan suami.
  12. • Jangan menjadi istri yang boros dalam belanja. Terutama untuk hal hal yang tidak dibutuhkan.
Jika masih kurang atau para sobat memiliki tips lain mengenai ini silahkan share di koment karena saya yakin akan sangat berguna bagi temen-temen yang membutuhkan

Tips Supaya Istri Disayang Suami

Hehe... Aq jadi malu nih, tiba-tiba posting beginian. Ya,,, sebagai seorang istri pastilah pingin disayang, dicintai dan diperhatikan sama suaminya. Oke, langsung aja deh.. ini ada beberapa Tips supaya Istri disayang suami ala Wike Ridolah.


  1. Jujur, karena dengan kejujuran keutuhan rumah tangga akan selalu terbina. Jadi bisa menghindari saling curiga bila suami jauh dari kita, misal pada saat suami kerja keluar kota.
  2. Masakin Masakan kesukaan suami, hehe... ini nih yang bikin suami tambah sayang sama kita. Klo kita sering masakin kesukaan dia, pasti deh dia tambah sayang. Klo ayah nya azka sih paling suka dibikinin pempek, pindang iga, pokoknya segala masakan pedes khas palembang dia suka.
  3. Ucapkan kata sayang setiap hari, atau cium pipi bila suami mau pergi. Hehe.. Awas,,, diperhatikan ya... Untuk yang sudah berkeluarga loh.. Soalnya suami atau istri tuh paling suka dengan perhatian pasangannya, baik lewat ucapan maupun perbuatan.
  4. Bila timbul perselisihan atau salah paham, jangan ragu untuk meminta maaf.
Itu aja tips dari Wike Ridolah yang sayang untuk dilewatkan, bila ada yang kurang bisa ditambahkan.